BOLMONG– Tiga wilayah di Bolmong yakni Kecamatan Dumoga Bersatu, Kecamatan Lolayan dan Kecamatan Lolak, memiliki sumber daya alam berupa kekayaan material emas melimpah dan kini menjadi lahan tempat masyarakat mengis rezeki.
Namun sayangnya, pengelolaan tambang emas yang dilakukan sering tidak ramah lingkungan karena menggunakan mercuri dan sianida. Selain itu lebih banyak dikuasai pemodal asing.
Seperti yang terjadi di wilayah pertambangan Blok Bakan dan Tanoyan Selatan, tepatnya di Potolo. Ada kegiatan perambahan hutan dan aktivitas tambang rendam emas atau rep siram.
“Ada kegiatan pertambangan yang sangat membahayakan masyarakat, yakni rep siram dengan menggunakan mercuri dan sianida. Ini harus ditindaklanjuti pemkab dan aparat hukum,” kata Abdul Nasir Ganggai, Ketua Pemuda Desa Tanoyan Selatan, Jumat (10/11/2017).
Nasir berharap, Kapolda Sulut Irjen Pol Bambang Waskito, dapat menindak tegas pelaku perambahan hutan dan aktivitas pertambangan ilegal.
“Saya meminta Kapolda Sulut dapat menindak tegas pelaku perambahan hutan dan kegiatan tambang ilegal yang hanya akan merugikan masyarakat,” ujar Nasir.
Sebelumnya, hasil penelusuran di dua lokasi tambang yang ada di Desa Tanoyan Selatan, yakni di Potolo dan Sondana, telah terjadi perusakan ekosistem hutan APL (Areal Penggunaan Lain) karena kegiatan pertambangan dengan metode pengolahan rep siram.
“Sampai saat ini aktivitas tersebut masih berlangsung, merusak hutan dengan menggunakan alat berat kemudian mengolah tambang emas dengan bahan kimia berbahaya seperti mercuri dan sianida,” tambah Nasir.
Seperti diketahui, beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan emas di Bolmong dan sudah pada tahap produksi yakni PT J Resources Bolaang Mongondow. Sedangkan yang sedang tahap ekplorasi yaitu PT Arafura Mandiri Semangat, PT Gunung Damavan, PT Zhongcin Mineral, PT Bulawan Daya Lestari dan ada juga investor dari China dengan menggunakan modal pribadi.
Sementara itu, Kepala DLH (Dinas Lingkungan Hidup), Yudha Rantung menegaskan, akan menutup PETI, mulai dari Desa Bakan milik dari Tole’ dan wilayah Tanoyan Selatan di Potolo.
“Kami juga sudah beberapa kali menyurat memperingati, memberitahukan, tapi itu tidak diindahkan, bahkan lebih parah pengerusakan lingkungan yang dilakukan,” ungkap Yudha. (ahr)