BOLMONG– Pemkab Bolaang Mongondow (Bolmong) melalui Kuasa Hukum Ihza & Ihza Lawfirm, Selasa (13/11/2018), resmi mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) soal Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2016 tentang Batas Daerah Kabupaten Bolmong dengan Kabupate Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).
Judicial review diajukan karena Permendagri Pemkab Bolmong merasa sebagian wilayahnya justru masuk ke wilayah Bolsel.
Advokat dari Ihza & Ihza Lawfirm, Gugun Ridho Putra menilai, Permendagri tentang penegasan batas daerah Bolmong dan Bolsel itu terdapat permasalahan dari segi formil maupun materilnya.
“Dari segi formil ia disusun tidak sesuai prosedur karena tidak didasarkan kesepakatan batas yang telah ada sebelumnya. Sebagaiman diketahui pada tahun 2004 dan tahun 2008 sudah ada kesepakatan adat soal batas kedua daerah. Bahkan saat itu kedua daerah sudah menutup kesepakatan itu dengan itum-itum atau sumpah adat. Tidak dimasukannya kedua kesepakatan adat itu dalam Permendagri Nomor 40 Tahun 2016 jelas melanggar ketentuan Pasal 3 Permendagri Nomor 78 Tahun 2012 tentang pedoman penegasan batas daerah,” kata Gugun di kantor MA.
Baca Juga: Ajukan Judicial Review, Yasti Akan Gandeng Yusril Ihza Mahendra
Alasan formil lain, kata Gugun, adalah munculnya 7 (tujuh) titik koordinat batas yang tidak dapat diketahui asal usulnya. Ketujug titik koordinat ini tidak ada jejak penelusurannya dalam hasil survei di lapangan.
“Karena ia muncul tanpa survei di lapangan maka jelas Permendagri Nomor 40 Tahun 2016 telah melanggar pasal 8 ayat (1) huruf a Permendagri Nomor 78 Tahun 2012 tentang penegasan batas daerah karena memunculkan titik koordinat tanpa melalui survei lapangan,” ujarnya.
“Setelah dicek lebih dalam, kerapatan masing masing pilar RBU dalam Permendagri juga menyalahi aturan. Menurut Permendagri Nomor 78 Tahun 2012 kerapatan jarak maksimal bagi batas antar Pemkab yang berpotensi tinggi maksimal 1-3 km, faktanya melebihi itu. Titik TK 07 ke PBU 25 misalnya terbentang 5,9 KM,” sambungnya.
Selebihnya, lanjut Gugun, secara materil Permendagri Nomor 40 Tahun 2016 jelas melanggar asas kepastian hukum dan asas keakuratan dalam Undang- undang Nomor 4 Tahub 2011 tentang informasi geospasial.
“Munculnya 7 titik koordinat baru dalam peta batas tidak ada pijakan hukumnya. Permendagri Nomor 40 Tahun 2016 l melanggar asas keakuratan karena tahapan penyiapan dokumen tidak dilakukan dengan benar sebab dua kesepakatan adat yang telah dibuat tahun 2004 dan 2008 sama sekali tidak dijadikan pedoman,” ucapnya lagi.
Terpisah, Kasubag Hukum dan HAM Pemkab Bolmong, Muh Triasmara Akub, meminta semua pihak menahan diri dulu terkait dengan proses yang sudah ditempuh Pemkab Bolmong.
“Masuknya judicial reviem ini adalah proses konstitusional yang harus dihormati dan sah, tidak ada pihak manapun yang bisa menyalahkan proses yang dilakukan ini. Insya Allah proses ini bisa maksimal dan kami yakin karena bukti dan argumentasi dalam sangat kuat. Tentunya kami meyakini kapasitas dan profesionalitas dari Prof Yusril Ihza Mahendra beserta timnya dalam menangani masalah ini,” kata Akub. (len)