BOLMONG– Seorang lelaki berusia 75 tahun, Amrin Simbala, sejak Rabu (27/2/2019), berada dilokasi tambang yang ambruk di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong). Dia tak mengenal siang dan malam, datang dengan membawa harapan, anaknya Kadir Simbala (39), dalam keadaan selamat.
Kadir yang juga biasa dipanggil Odeng, adalah anak ke tiga dari dari Amrin Simbala. Kadir bekerja sebagai tukang pikul rep (material emas) atau pekerja tambang menyebut Kijang di lokasi itu. Dia memiliki 2 orang anak, yakni Reva berusia 15 tahun dan Nafa berusia 10 bulan.
“Saya pensiunan guru, saya berharap anak saya masih bisa terselamatkan,” kata Amrin, Sabtu (2/3/2019) di Posko yang didirikan Tim SAR Gabungan.
Baca Juga: Tambang Maut Bakan: Mayat Penambang Bilalang Ini Dikenali Setelah Keluarga Lihat Tato
Amrin mengisahkan, pekerjaan anaknya adalah tukang bangunan. Ketika belum ada pekerjaan sebagai tukang atau bas, dia bekerja di lokasi tambang dengan menjadi Kijang.
“Dia rela menjadi Kijang di lokasi tambang bakan untuk menghidupi keluarganya. Kalau tidak ada pekerjaan sebagai tukang bangunan, dia akan ke lokasi tambang,” ungkapnya.
Menurut Amrin, pekerjaan yang dijalani anaknya, cukup menjanjikan hasil pendapatan setiap hari.
“Menjadi Kijang di tambang Bakan, anak saya mendapat bayaran Rp150 ribu untuk 1 karung. Kalau sehari bisa memikul 3 karung, sudah bisa mendapat Rp450 ribu,” ucapnya dengan suara terbata-bata.
Baca Juga: 50 Tim SAR Gabungan Evakuasi Korban Tambang Bakan
Pekerjaan dengan pendapatan seperti itu, membuat anaknya rajin pergi ke lokasi tambang yang saat ini sudah ambruk dan menelan puluhan korban.
Pada Rabu (27/2/2019), Amrin, mendapat kabar melalui cucunya yang diperoleh melalui status di sosial media Facebook bahwa ada kejadian tambang ambruk di Desa Bakan.
Mendapat kabar itu, dia langsung menuju ke rumah anaknya Kadir. “Saya tanya sama anaknya Reva. Mana papa? Anaknya menjawab di lokasi Bakan. Saya langsung merasa khawatir saat itu. Sambil berdoa semoga anak saya tidak apa-apa di sana,” lanjutnya bercerita.
Dia pun langsung mengumpulkan semua anak-anaknya yang masih 4 orang, terdiri dari laki-laki dan 2 perempuan, untuk meminta mereka menyiapkan bekal.
“Saya langsung minta mereka menyiapkan bekal karena hari Rabu pagi saya akan ke tempat kejadian di tambang Bakan ini. Anak saya ada disana,” katanya, sesekali merunduk.
Bekal yang dia siapkan seperti nasi, lauk dan gula pasir hingga tepung. Pukul 07.00 WITA, Amrin, sampai di lokasi.
“Saya berpikir, pasti sudah ada orang-orang di lokasi Bakan yang berusaha menyelematkan para penambang yang tertimbun longsor batu. Jadi saya sengaja bawakan nasi agar mereka bisa makan saat berusaha mencari korban yang ada dalam goa itu. Alhamdulillah semua nasi dan lauk yang saya bawa habis dimakan mereka,” ucapnya lagi.
Perjalanan dari Desa Bakan menuju lokasi tambang, dia tempuh dengan perjalanan selama 3 jam sambil membawa bekal yang sudah disiapkan sejak dari rumahnya, untuk diberikan pada warga yang akan melakukan evakuasi. Medan yang dilalui pun cukup sulit karena harus melewati batuan dan beberapa bukit.
“Karena anak saya ada dalam goa yang longsor itu,” katanya sambil menundukan wajah lagi.
Saat tiba di lokasi lanjut Amrin, sudah banyak warga dan petugas gabungan.
“Saya beberapa kali ingin masuk dalam goa itu tapi tidak diizinkan petugas. Tapi saya terus memaksa dan mengatakan anak saya ada dalam goa,” ujarnya.
Dia pun diberi izin masuk dalam goa itu sekira pukul 12.00 WITA, dengan penuh harap agar anaknya Kadir Simbala, bisa segera ditemukan. “Mulai dari mulut goa sekira 15 meter, saya masuk sambil memanggil nama anak saya. Saya panggil nama kesayangan saya padanya, Odeng. Saya terus memanggil, Odeng…Odeng…Odeng,” ucapnya lirih.
Dia pun mendapat jawaban saat itu. “Saya dengar ada jawaban dari Odeng dan dia meminta air. Saya ada pa, saya haus, minta air. Begitu jawaban anak saya yang saya dengar samar dari balik tumpukan batuan,” katanya.
Mendengar permintaan yang dia dengar dari suara kejauhan itu, Amrin merasa tak berdaya. “Saya mendengar suara anak saya meminta air, tapi saya harus lewat mana di dalam goa itu. Karena banyak batu besar menutupi jalan,” katanya.
Ada satu lagi kalimat yang didengar Amrin dari anaknya saat berada dalam goa itu. Sekitar 7 menit mereka saling berkomunikasi meski terhalang dinding batuan. Seakan kalimat yang disampaikan anaknya adalah pesan terakhir.
“Dia mengatakan, Pa, kasihan saya, kasihan anak saya Reva dan Nava,” kata Amrin menirukan ucapan anaknya sambil menarik nafas dalam-dalam.
Sore hari sekira pukul 16.00 Wita, Amrin kembali masuk dalam goa dan memanggil lagi nama anaknya. “Sore itu sudah mulai tidak ada jawaban lagi saat saya panggil namanya,” ungkapnya Amrin.
Pada Jumat (1/3/2019), Amrin, bersama anak dan keluarganya di Desa Bilalang III, melaksanakan doa di rumah mereka. “Kami melaksanakan doa selamatan dipimpin imam dalam kampung,” jelasnya.
Selesai baca doa selamatan, Amrin memutuskan untuk kembali mendatangi lokasi longsor. “Jam 12 malam banyak warga datang. Semua bersepakat berusaha melakukan evakuasi secara manual,” tuturnya.
Sebagai seorang ayah, kata Amrin, dia memiliki harapan kuat anaknya masih bisa ditemukan. “Harapan saya, anak saya masih ditemukan dalam keadaan masih hidup bersama teman-temanya,” katanya.
Bahkan, pihak keluarga mereka pun ada yang berusaha menunggu di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kotamobagu. “Keluarga yang lain masih menunggu di rumah sakit Kotamobagu,” katanya.
Satu hari sebelum kejadian nahas di lokasi itu, Selasa (26/2/2019), Amrin sedang membuat meja dari kayu untuk dijadikan dudukan kompor. “Saat mengetuk paku dengan martil, ibu jari kiri saya kena martil. Saya langsung berfirasat apa gerangan yang akan terjadi,” katanya meneritakan firasat buruk yang dia rasakan.
Sampai mala mini, Amrin, masih berada di Posko didirkan Tim SAR gabungan untuk menunggu anaknya ditemukan baik dalam keadaan selamat maupun meninggal dunia. (*)




