MANADO, kroniktotabuan.com – Serapan anggaran yang menjadi realisasi kegiatan program pembangunan di Sulawesi Utara (Sulut) belum maksimal. Hal itu tergambar pada realisasi belanja APBD tiap Pemerintah Daerah (Pemda) se-Sulut bergerak lambat sepanjang tahun ini.
Kondisi ini menyebabkan anggaran pemerintah daerah yang semestinya digunakan untuk pelayanan dan kebutuhan masyarakat justru mengendap di bank.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) Sulut, Hari Utomo, mengungkapkan kinerja APBD di tiap daerah Sulut bergerak lambat. Ia mencatat angka rekonsiliasi Silpa per Oktober 2025 mencapai Rp3,509 triliun. Kemudian Silpa Oktober bertambah Rp173 miliar dari Silpa September 2025.
“Angka Rp3,5 Triliun ini adalah kas daerah, rekonsiliasi. Dana yang masih ada di bank ini seandainya dimanfaatkan atau realisasikan tentu akan memberi dampak bagi perekonomian daerah,” kata Utomo dalam pemaparan kinerja APBN Sulut di Gedung Keuangan Negara (GKN), Bank Indonesia, Manado, Jumat 29 November 2025.
Ia menjelaskan bahwa kondisi tersebut menggambarkan sejumlah sektor pembangunan bergerak lambat, sehingga mempengaruhi penyerapan anggaran tidak terealisasi.
“Belanja APBN sektor infrastruktur misalnya realisasi belanjanya baru Rp658 miliar. Itu baru 43 persen dari pagu anggaran infrastruktur APBD sebesar Rp1,49 triliun,” ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat juga berpengaruh terhadap pola belanja daerah. Banyak Pemda kini menunda sejumlah program karena harus menyesuaikan dengan arah kebijakan nasional yang menekankan penghematan.
Pemda se-Sulut masih melakukan penyesuaian kegiatan dengan program strategis pemerintah yang berbasis efisiensi.
Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Sulut, Eureka Putra, menjelaskan kondisi ini tidak lepas dari kebijakan efisiensi anggaran. Sehingga itu, Kemenkeu mendorong Pemda untuk dapat memacu kinerja.
“Ini uangnya ada tapi kesanggupan Pemda untuk mengelola masih kurang,” katanya.
Perlu diketahui, kegiatan tersebut dihadiri oleh seluruh bupati/walikota, serta Sekda se-Sulut. Ini juga menjadi ‘PR’ bagi masing-masing daerah untuk memacu realisasi anggaran hingga tutup buku tahun 2025. Jika tidak segera diatasi, pola tersebut akan terus berulang setiap tahun dan menghambat efektivitas otonomi daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. (Chipta Molanu)





Discussion about this post