KOTAMOBAGU -Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Kasih Fatimah yang berada di Kelurahan Kotobangon, Kecamatan Kotamobagu Timur, Kotamobagu, memiliki indikator mutu dan kepatuhan dalam menjalankan seluruh ketentuan standar pelayanan.
RSIA Kasih Fatimah telah mengantongi akreditasi paripurna atau bintang lima, merupakan tingkatan tertinggi yang menunjukan bahwa, rumah sakit tersebut telah memiliki standar pelayanan kesehatan yang sangat baik.
Namun, beberapa hari belakangan ada isu tak sedap sengaja dihembuskan soal pelayanan kesehatan di RS. Hal ini tentu bertentangan dengan prestasi yang di raih RSIA Kasih Fatimah.
Menanggapi beberapa isu tersebut, pihak RSIA Kasih Fatimah menggelar konferensi pers, pada Minggu, 2 Maret 2025. Dalam konferensi pers tersebut, Direktur RSIA Kasih Fatimah dr. Hj Sitti Korompot SpOG konsultan obs. Sos. MARS mengatakan, pada dasarnya pelayanan di RSIA mengedepankan SOP dan memiliki standar tertinggi dalam melakukan pelayanan kesehatan.
“RSIA Kasih Fatimah selalu mengedepankan pelayanan yang baik dan mengedepankan SOP serta 7 kali 24 jam pelayanan,” ucap dr Sitti.
Lanjutnya, soal adanya pasien yang meninggal tentu itu bukan kesalahan dari pihak RSIA Kasih Fatimah. Sebab, pasien tersebut telah meninggal di RS Siloam di Manado. Namun, sengaja digiring bahwa pasien tersebut berada di RSIA Kasih Fatimah.
“Pada tanggal 2 Desember 2024 pasien tersebut sudah keluar dari RSIA. Kemudian pada pada Januari di rawat di RS Siloam,” ungkapnya.
Pun, beredarnya isu penyebab dua pasien (penderita) masing-masing inisial PPI (33) dan NFG meninggal dunia lantaran operasi caesar yang dilakukan di RSIA Kasih Fattimah tidak benar.
“Tidak ada satupun pasien yang keluar sesudah di lakukan operasi caesar di RSIA Kasih Fatimah meninggal dunia, dan pasien ketika pulang dalam keadaan sehat. Sehingga, adapun informasi yang sebelumnya beredar di tengah masyarakat melalui beberapa pemberitaan, yang menyebutkan bahwa pasien tersebut meninggal dunia usai dilakukan operasi caesar di RSIA Kasih Fatimah, hal itu tidaklah benar. melainkan penderita (pasien) meninggal dunia akibat ‘Infeksi Otak’,” kata dr. Sitti.
Dalam penjelasannya, dr. Sitti, mengatakan, sebelum dilakukan tindakan operasi kepada penderita (pasien), terrlebih dahulu pihak RSIA Kasih Fattimah meminta persetujuan baik dari suami penderita/keluarga. dan, bila tidak ada surat pernyataan persetujuan, maka kami juga tidak berani melakukan tindakan.
“Sebelum ditandatangani surat pernyataan persetujuan suami dan keluarga, pihak RSIA Kasih Fattimah, terlebih dahulu menjelaskan kepada pihak keluarga apa dan bagaimana kondisi dari penderita, maupun tindakan operasi memiliki konsekuensi, resiko ataupun komplikasi yang bisa saja terjadi, ketika dilakukan tindakan operasi. Pada intinya, ketika persetujuan pembedahan dan pembiusan itu Sudah di jelaskan bahwa bila di ambil jaringan dan juga menyetujui dilakukan perluasan pembedahan, dan apabila ditemukan hal-hal yang membahayakan jiwa penderita, dan pasien mengerti dan menerima pembedahan dan pembiusan tersebut, serta kemungkinan komplikasi dan resiko yang akan terjadi, dan bila terjadi kematian atau cacat diluar kemampuan dokter sebagai manusia, dan dibatasi kode etik kedokteran, saya tidak akan menuntut siapapun, dan itu sudah ditandatangani oleh suami dan keluarga. sehingga, semua tindakan yang dilakukan berdasarkan Standar Operating Procedure (SOP), dan para dokter yang bertugas memiliki lisensi medis yang sah (Surat Tanda Registrasi), baik itu Surat Izin Praktik (SIP) dan Ter-akriditas,” jelasnya
RSIA Kasih Fatimah sangat dirugikan dengan isu yang terus dikembangkan akhir-akhir ini. Apalagi dalam pemberitaan yang tidak berpihak seakan bahwa pihak RSIA telah bersalah.
“Kami juga meminta agar pencemaran nama baik kepada pihak RSIA Kasih Fatimah dapat dipulihkan,” harapnya. (inf/*)