
KOTAMOBAGU- Tradisi monuntul (menerangi) yakni memasang lampu botol berbahan bakar minyak tanah di depan rumah tetap dijaga umat Muslim di Kotamobagu. Tradisi ini dilaksanakan malam Ramadan ke- 27 hingga 29, Jumat (24/6). Tradisi ini membuat seluruh wilayah Kotamobagu terang benderang dengan cahaya yang dipancarkan lampu botol.
Monuntul tahun ini kembali dilombakan. Hal itu pula membuat pemerintah dan masyarakat di seluruh kelurahan/desa berlomba membuat berbagai kreasi. Ada yang memanfaatkan tanah lapang luas, jembatan, sisi kiri dan kanan jalan, hingga persawahan untuk mengkreasikan ribuan lampu botol yang sudah mereka siapkan jauh hari. Agar lebih menarik, tata letak dan kreasi lampu botol dibuat berbagai macam formasi. Misalnya membentuk gambar masjid, tulisan Alquran dan kaligrafi lainnya.
Umat Muslim Kotamobagu sangat meyakini tradisi monuntul kental dengan nilai agama. Karena itu setiap menggelar monuntul masyarakat secara sukarela menyalakan lampu dan menyediakan minyak tanah sendiri. Khusus yang dipasang di depan rumah, jumlah lampu disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga yang ada di dalam rumah tersebut. Sedangkan lampu yang dipasang dan dikreasikan sedemikian rupa di jalan raya, tanah lapang hingga persawahan, itu untuk lomba atau upaya masyarakat setempat menarik banyak orang datang ke sana.
Dari berbagai informasi dan referensi, di Indonesia tradisi ini hanya ada di Provinsi Gorontalo dan Bolaang Mongondow Raya (BMR).
“Kalau lampu yang dipasang di depan rumah jumlahnya hanya sesuai anggota keluarga yang ada di dalam rumah itu. Artinya, setiap anggota keluarga punya lampunya masing-masing,” kata Haji Salilo, salah satu tokoh agama di Kotamobagu Timur.
Lampu yang digunakan untuk monontul umumnya terbuat dari botol atau kaleng bekas yang bagian tutupnya di pasangi sumbu kompor. Menurut Salilo, umat Muslim Kotamobagu memasang lampu atau monuntul, tujuannya agar memudahkan masyarakat datang membayar atau membagikan zakat fitrah pada malam hari.
“Biar terang jalannya. Tradisi ini turun temurun,” terang Salilo.
Sementara itu Walikota Kotamobagu Tatong Bara mengatakan, monuntul bermaksud sebagai penanda datangnya Hari Raya Idul Fitri. “Kalau Idul Fitri sudah dekat, artinya jiwa dan hati kita harus kembali bersih, serta terang benderang seperti makna pemasangan lampu ini,” kata Tatong.
Antusias masyarakat memasang lampu botol sangat tinggi. Monuntul tahun ini dilombakan Pemerintah Kota (Pemkot) Kotamobagu bekerjasama dengan Panitia Hari Besar Islam (PHBI). 33 kelurahan/desa diwajibkan ikut.
“Ke depan tradisi monuntul akan terus dikembangkan karena telah menjadi objek wisata religi yang mampu menarik orang luar berkunjung. Monuntul adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan dilestarikan. Ini kekayaan kita. Saya dapat informasi, banyak orang dari luar Kotamobagu yang datang hanya untuk melihat tradisi ini. Tentu ini sebuah nilai positif bagi kita,” pungkasnya. (rab)