KOTAMOBAGU– 23 petugas yang bergantian menjaga pos penarikan retribusi di pusat kota mulai mengeluh soal honor yang mereka terima setiap bulan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perparkiran. Setiap bulan mereka hanya digaji Rp650 ribu. Angka tersebut jauh dari upah minimum provinsi (UMP) sebesar Rp2,4 juta. “Kami kerja 12 jam setiap hari. Satu pos tiga orang jaga. Mulai pukul 6.30- 19.00 wita. Kami istirahat hanya saat makan siang. Kami berharap ada kenaikan gaji di 2017,” ungkap Papa Ayu, salah satu petugas parkir di Jalan Kartini, Rabu (20/10).
Penjaga parkir yang mulai bertugas sejak 1987 ini mengaku, sudah kerja keras sepanjang hari, mereka sering kena fitnah. Mereka penjaga pos disebut sengaja menahan karcis agar mendapatkan keuntungan. Itu semua kata dia, tidaklah benar. Sebab mereka diberi target bukan dihitung jumlah karcis yang ke luar.
“Seluruh tukang parkir malah senang jika pengendara yang lewat mengambil karcis. Tetapi pengendara itu beda- beda, ada yang mengambil karcis ada juga yang hanya menyerahkan uang parkir. Jadi bukan jumlah karcis yang dihitung dilaporan harian, tetapi tiap hari kami ditarget oleh Dinas Perhubungan melalui UPTD,” ucapnya.
Petugas pos parkir lanjut dia, dalam sehari tiga kali diperiksa petugas Dishub. Yakni pukul 07.00, 12.00, dan 17.00 wita. “Pagi mengecek berapa pendapatan hingga jam tersebut, siang juga, sore juga. Semua langsung dihitung oleh petugas dari Dishub dan langsung dicacat. Nanti pukul 20.00 malam baru diserahkan pendapatan parkir dalam satu hari dan karcisnya,” katanya.
Soal kendala, ia menyebut jika kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi parkir masih rendah. Selain itu, banyak juga pengendara yang membayar parkir tidak sesuai Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku. “Ada bentor hanya membayar Rp100 padahal dalam Perda Rp300 rupiah. Malahan, tiap hari ada beberapa orang yang tak mau membayar dengan alasan tertentu,” sebutnya.
Kepala UPTD Perparkiran Haris Manoppo mengakui, honor petugas parkir jauh dri UMP. “Memang kerja mereka berat disbanding honor yang mereka terima setiap hari menjaga pos parkir,” kata Haris.
Soal pungutan liar peluang terjadinya (pungli) di pos parkir, Haris mengatakan tak ada celah untuk petugas parkir melakukannya. “Kami membentuk tim yang terdiri dari empat orang untuk mengecek tiga kali dalam satu hari. Dalam sehari tiap pos diberii target Rp300 ribu. Tiap jam 8 malam kami kumpulkan pendapatan mereka sekaligus karcisnya. Kalau uang setoran lebih besar dari jumlah karcis, maka sisa karcis yang ada kami robek. Karena kebanyakan pengendara tak mengambil karcis tersebut. Jadi jumlahnya tak akan ada selisih,” jelas Haris.
Selain memiliki 23 petugas pos parkir, Dishub juga memiliki petugas parkir tepi jalan umum yang bekerja di depan Abdi Swalayan. Namun, mereka pekerja lepas. “Tahun ini mereka petugas lepas itu kami beri target Rp57 juta. Sementara ini realisasinya sudah 35,5 juta,” lanjutnya. Ia mengakui banyak sekali hambatan yang dialami petugas parkir untuk mencapai target. Salahsatunya adalah seringnya perbaikan jalan yang mengakibatkan tutupnya pos parkir. Hingga pertengahan Oktober ini pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perparkiran telah menembus Rp814 juta dari target yang dietapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2016 sebesar Rp1,139 miliar. Artinya realisasi PAD dari sektor ini telah mencapai 73%. (rez)