Jakarta – Kasus Warga Negara Asing (WNA) di Cianjur yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019, menjadi perhatian publik secara luas. Kasus ini bermula dari kesalahan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada KTP elektronik milik Bahar yang ternyata dimiliki WNA asal Cina, Guohui Chen.
Menurut Plt Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Cianjur, Muchsin Sidiq Elfatah, masalah ini semakin mencuat karena ada asumsi warga yang mempertanyakan warga negara asing bisa memiliki KTP elektronik seperti WNI. Padahal, kata dia, dalam aturan di undang-undang memang diperbolehkan.
“Proses pembuatan KTP elektronik warga negara asing tersebut sudah ditempuh sesuai aturan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,” ujar Plt Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Cianjur, Muchsin Sidiq Elfatah, di Cianjur, Rabu 27 Desember 2019.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 1 Ayat 1, menyebut, Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
Lalu dijelaskan pada Pasal 1 Ayat 2 bahwa, Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Dijelaskan kembali dalam Pasal 1 Ayat 4, Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.
Meski demikian, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan meskipun WNA dapat memiliki KTP, tetapi mereka tidak memiliki hak suara dalam Pemilu. Pemilih dalam Pemilu, kata dia, sesuai seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 1 angka 34.
Adapun Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 1 angka 34 tersebut berbunyi: Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pemah kawin.
“Artinya, meskipun orang asing memiliki KTP elektronik, namun karena yang bersangkutan itu bukan WNI tetap tidak mempunyai hak pilih,” kata Zudan di kantor Kemendagri, Rabu, 27 Februari 2019.(*)
tempo