
KOTAMOBAGU– HM alias Aisa, 52, warga Mongkonai Barat, Kecamatan Kotamobagu Barat, diduga pelaku cabul terhadap tujuh siswi SD Negeri 2 Gogagoman, dilapor ke Polsek Urban Kotamobagu 6 April lalu. Kini dia ditahan di ruang tahanan mapolsek.
Dalam menjalankan aksinya, Aisa lebih dulu bermohon ke sekolah menjadi pelatih pramuka. Aisah mengaku pengurus Kwartir Cabang (Kwarcab) Pramuka Kotamobagu. Setelah diterima, kesempatan itu dimanfaatkanya.
Ketua Kwarcab Pramuka Kotamobagu, Anggia Simbala saat ditemui kroniktotabuan.com di kediamannya, Kelurahan Matali, Kecamatan Kotamobagu Timur, kaget Aisah berbuat aksi tidak terpuji terhadap tujuh siswi sekaligus. Simbala juga menyatakan, sejak 2016 lalu Aisah bukan lagi pembina pramuka dan tidak terdaftar lagi sebagai pengurus Kwarcab.
“Agustus 2016 lalu Aisa mengajukan pengunduran diri sebagai anggota Kwarcab Pramuka. Dengan alasan tidak diikutsertakan pada Jambore Nasional lalu. Jadi seharusnya dia tidak jadi pelatih pramuka,” beber Simbala yang juga mantan Kepala SMP Negeri 2 Kotamobagu ini, Kamis (6/4)
Kwarcab, kata Simbala, tidak pernah diberikan memberi rekomendasi kepada Aisa untuk melatih ataupun sebagai pembina pramuka. “Pada awal memang dia kelihatan baik dan memiliki potensi menjadi pembina Kwarcab. Namun, setelah itu mulai banyak isu yang mengatakan Aisa ini tidak bisa dipercaya karena sudah banyak kasus yang ia lakukan,” bebernya.
Ia menambahkan, setiap pelatih atau pembina Kwarcab di Kotamobagu harus mendapat rekomendasi dari ketua Kwarcab untuk dapat melatih. “Setiap sekolah yang siswanya akan turut disertakan pada pramuka dan ingin mendapatkan pelatih, harus melalui mekanisme. Yakni, harus menyurat untuk permohonan pelatih, baru itu kami keluarkan surat rekomendasi dengan nama pelatih yang sudah kami tentukan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN 2 Gogagoman, Suliani Mokodompit mengatakan, Aisa mengaku sebagai pembina pramuka dan mengajukan permohonan agar bisa menjadi pelatih siswa di sekolah tersebut. Itu pula alasan dia menerima Aisa sebagai pelatih.
“Saya tidak kenal dengan Aisa. Hanya karena dia yang memohon agar dapat diterima sebagai pelatih dan mengaku dia adalah anggota Kwarcab. Tnpa menaruh curiga, saya menerima Aisa tapi hanya diberikan jadwal satu kali dalam seminggu untuk melakukan pelatihan,” katanya.
Lanjut Suliani, Aisa bekerja sebagai pelatih pramuka sejak Maret secara sukarela. “Baru tiga minggu Aisa bekerja. Dia memaksa agar diterima. Saya juga karena ibah melihat dirinya yang sudah menanjak tua, niat saya membantu member pekerjaan. Tapi ternyata Aisa hanya memanfaatkan ini hingga melakukan perbuatan tidak terpuji terhadap siswa saya,” ujar Suliani.
Lanjut Suliani, saat dirinya sudah mendapat laporan dari oorang tua korban, langsung bergegas mengantar Aisa ke pihak kepolisian untuk di proses. “Karena menghindari amukan orang tua siswa, saya langsung menyuruh salah satu guru untuk membawa Aisa ke Polsek untuk diproses secara hukum,” katanya. (rez)