
LIFESTYLE– Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur pemenang Pilkada DKI Jakarta 2017, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno merasa prihatin dengan nasib penduduk DKI yang belum memiliki pasangan alias jomblo. Mereka pun menyoroti masalah jomblo ini dengan rencana menerbitkan kartu Jakarta Jomblo.
Kartu Jakarta Jomblo merupakan program yang bertujuan untuk memastikan setiap penyandang jomblo dapat segera mendapat pasangan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta nantinya akan memfasilitasi kegiatan yang dipusatkan di ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA) di tiap-tiap permukiman warga.
Rencana tersebut menuai pro dan kontra. Sejumlah orang muda yang diwawancaraKompas.com mengatakan tidak antusias dengan program tersebut.
“Fungsinya untuk apa gitu? Soalnya itu kan bakal diterbitin kartunya, butuh anggaran juga. KayaK buang-buang aja gitu uang APBD kalau cuma bikin Kartu Jakarta Jomblo,” ujar Theresia (18) mahasiswi di salah satu kampus di Jakarta.
Ungkapan senada juga disampaikan Bella (22). Dia menilai program KJJ tidak logis dan tidak akan memberi banyak manfaat.
“Buat apa nyiptain kartu yang cuma enam bulan, mending ciptain kartu-kartu lainnya yang bermanfaat,” ujar Bella.
Psikolog Ratih Ibrahim menganggap rencana penerbitan kartu tersebut tidak ada urgensinya dan hanya sekadar untuk menarik perhatian melalui suatu hal yang tidak biasa.
Ratih menilai ada banyak cara lain yang lebih efektif jika tujuannya untuk membantu para lajang.
“Kalau mau membantu para jomblo, fokusnya pada pembinaan menjadi baik, dalam arti produktif sebagai pribadi yang lebih oke, daya saing di dunia kerja jadi mandiri. Tapi kalau untuk perjodohan apa tujuannya?” kata Ratih.
Bahkan, menurut Ratih, program tersebut tidak memiliki keseriusan. “Menyampaikannya saja sambil tertawa, seolah mengejek para jomblo, tampak tidak serius dalam memunculkan suatu program,” ujar direktur lembaga psikologi Personal Growth ini.
Menurut Ratih, para muda-mudi yang memiliki produktifitas yang tinggi namun belum memiliki pasangan, tak akan mau dijodoh-jodohkan apalagi dipertemukan dalam suatu tempat yang nota bene tempat tersebut awalnya adalah tempat berkumpulnya masyarakat yang terdiri dari anak-anak dan lansia.
“Kalau pemuda produktif dan punya harga diri dia ga akan mau dijodoh-jodohin,” tukas Ratih. (Kmps/rez)
Sumber: Kompas.Com