Oleh: Tyo Mokoagow
Apakah Anda merasa bahwa diri Anda diciptakan untuk suatu tujuan agung tertentu? Bahwa ketika lahir, misi hidup Anda telah dituliskan untuk mengatasi sesuatu yang mahabesar dan tak tertandingi derajatnya. Apakah Anda merasa bahwa Anda memiliki peran penting dalam sebuah episode dari serangkaian panjang sejarah peradaban umat manusia? Apakah Anda mengira istimewa dengan suatu cara atau perspektif yang entah bagaimana?
Saya akan jujur pada Anda. Bahwa dunia ini tetap akan berotasi, meskipun bukan Anda porosnya. Jangan terlalu mengira diri Anda istimewa.
Anda mungkin merasa diri Anda istimewa, setidaknya dalam lingkungan pergaulan Anda yang sempit, kecil, dan terbatas. Sesungguhnya keistimewaan Anda itu tidak lebih dari ukuran atom bila dilihat dari mikroskop raksasa. Anda hanya sebutir zarah bila dilihat dari peta, atau dari globe, atau dari denah jagad raya. Anda bukan siapa-siapa.
Keistimewaan, bagi Mark Manson adalah sebuah tirani yang kerap menguasai pikiran kita dengan tangan besi. Setiap orang setidaknya menganggap bahwa ada suatu konsep yang istimewa yang eksis di alam semesta ini. Mungkin kita menganggap marga kita istimewa, atau agama kita, atau ideologi kita, atau daerah kita, atau negara kita, atau orangtua kita, atau anak kita, atau ras kita, atau suku kita.
Nyatanya tidak ada yang istimewa. Cara berpikir yang mengistimewakan sesuatu adalah cara yang sama dengan umat-umat pagan terdahulu memahat berhala-berhala mereka. Acap kali kita mengatribusi keistimewaan pada identitas tertentu, semakin delusi itu menjadi tuhan, yang berlaku tiranik dalam alam sadar dan bahkan alam bawah sadar kita. Semakin muncul titik buta hitam gelap yang menutupi kewarasan kita dengan kabut-kabut ilusi.
Harari membahas sesuatu yang menarik soal ini. Hanya karena Charles Darwin dan George Mendel kebetulan adalah orang Kristen, bukan berarti biologi adalah milik agama Kristen. Hanya karena Albert Einstein kebetulan adalah orang Yahudi—yang bahkan memberi dukungan politik atas kebangkitan zionis—, bukan berarti Fisika adalah adalah ciptaan Yahudi.
Kendati begitu masih banyak ulama Islam yang konservatif yang mengangkat penemuan-penemuan ilmuwan Islam kuno yang masih mereka banggakan sampai hari ini. Semisal matematika yang diciptakan oleh Al-Jabbar, risalah sejarah Ibnu Khaldun yang menginspirasi para sejarawan Barat, Ibnu Rusyd yang memengaruhi kehadiran sekularisme, Al-Kindi yang mahsyur sebagai alkemis ulung, dan masih banyak lagi. Tapi, meniru intonasi Harari, matematika, sejarah, sekularisme, alkemia, bukanlah ciptaan Islam. Tidak ada matematika islam, sejarah islam, (apalagi) sekularisme islam, dan alkemia islam. Dan kalau bisa kita tambahkan satire lagi soal ini, bolehlah kita kutip Bertrand Russel dari risalah Sejarah Filsafat Barat-nya yang kondang: “Ilmuwan Islam hanya ulung sebagai komentator.”
Tapi kita harus mahfum, mengupas lapis demi lapis bawang kesadaran bakal memancing tetes-tetes airmata dari kelopak netra kita, bahwa dunia fisika tetap akan berputar meski Yahudi bukan porosnya, bahwa biologi tetap akan berputar meski Kristen bukan porosnya, dan perkembangan matematika akan tetap berputar meski Islam bukan porosnya, dan seterusnya dan seterusnya.
Kita memang bukan apa-apa. Kita hanyalah remah-remah kecil dari jalan setapak yang sunyi, yang coba kita beri makna, yang coba kita beri nilai lebih, yang sesungguhnya, bukan apa-apa.(*)
- Penulis saat ini aktif sebagai mahasiswa dan pegiat di Komunitas Lirerasik Totabuan