KOTAMOBAGU – Persidangan kasus tambang emas Ilegal di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), akan dilanjutkan pada Rabu 27 Mei 2020 mendatang dengan agenda keberatan para terdakwa. Sebelumnya, Senin 18 Mei 2020, telah dilakukan sidang pertama dengan agenda pembacaan dakwaan.
Terdakwa SM alias Mitro (38), saat ditemui mengatakan, dirinya siap menjelaskan yang sebenar-benarnya dalam persidangan selanjutnya.
“Saya dengan terdakwa HN sudah disidangkan pada hari senin dengan agenda pembacaan dakwaan. Kalau sidang untuk pekan depan 27 Mei 2020, semuanya akan saya katakan yang sebenarnya,” kata Mitro.
Dirinya menjelaskan, dalam dakwaan dia dijadikan sebagai aktor intelektual pada kasus tersebut.
“Saya lihat di dakwaan saya, seakan-akan saya ini aktor intelektual sekaligus telah melakukan kegiatan tambang. Yang sebenarnya ialah saya masih calon pekerja. Marcel yang merupakan pemodalnya,” bebernya.
Dia menambahkan, saat kegiatan pertambangan dengan menggunakan alat berat Eskavator di kawasan TNBNW, dirinya belum terlibat pada kegiatan yang didanai oleh Marcel.
“Jadi, saya belum ikut serta di kegiatan tambang. Saya pernah minta ke Marcel kalau sudah operasi atau produksi, saya ingin bergabung bersama mereka,” ujar SM.
Dalam kasus yang ikut menyeretnya itu, SM juga mengaku paling dirugikan karena dalam BAP dia menyewa alat berat milik Marcel.
“Pada berita acara dijelaskan bahwa saya menyewa eskavator Marcel untuk melakukan kegiatan tambang. Tapi saya tidak melakukan seperti itu,” jelasnya.
SM pun membeberkan bahwa dia dijanjikan sesuatu oleh Marcel dan mengakui sebagai pemodal dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Saya dijanjikan oleh Marcel akan dipenuhi semua kebutuhan keluarga, termasuk biaya sekolah anak-anak saya asalkan saya mengaku sebagai pemodal atau seperti yang ada di BAP,” ungkap SM.
Selain itu kata SM, Marcel juga meyakinkan dirinya bahwa kasus tersebut tidak akan sampai persidangan.
“Marcel bilang ke saya akan selesai hanya di kantor taman nasional. Sampai sekarang marcel belum pernah menemui atau mengunjungi saya,” kata SM.
Dia mengatakan, telah mempersiapkan apa saja yang akan dibuka pada saat persidangan.
“Minggu depan sidang lagi, saya sudah mulai persiapkan. Jadi, saya pelajari dulu dakwaanya. Poin-poin mana saja yang tidak saya lakukan akan saya sampaikan. Mudah-mudahan pak hakim atau pak jaksa, dapat menerima pembelaan atau keberatan saya dan berharap di vonis bebas. Karena saya tidak ada sangkut paut dalam kasus ini,” tandas SM.
Sebelumnya, Sabtu 22 Februari 2020, 5 orang diduga pelaku kegiatan illegal mining di wilayah kawasan hutan, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) berhasil diamankan tim patroli gabungan yang terdiri dari BTNBNW, BP2HLHK Sulawesi dan Detasemen Brimob Inuai.
Mereka tak berkutik saat didapati sedang melakukan penggalian di kawasan dengan menggunakan alat berat satu unit eskavator. SM dan HN pun resmi ditetapkan sebagai tersangka pada kasus ini.
Seperti diketahui, penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan, sesuai dengan Pasal 134 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih tegas, Pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH) dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Sanksi terhadap kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH yakni sanksi pidana.
Pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan. (dev)