Washington, – Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat mengejutkan dunia. Banyak yang tak menyangka, capres partai Republik itu bisa mengalahkan capres Demokrat, Hillary Clinton yang selama kampanye lebih diunggulkan.
Selama kampanye, Trump yang tak diunggulkan itu, tak pernah jauh dari kontroversi. Trump yang didera berbagai tuduhan pelecehan seksual, berhasil menang meski dia sendiri tak pernah bisa membuat partai Republik bersatu mendukungnya. Trump yang ketahuan tidak membayar pajak selama bertahun-tahun, Trump yang mengancam akan melarang warga muslim masuk ke Amerika. Trump juga pernah mengancam akan mengusir para imigran ilegal, dan membangun tembok di perbatasan dengan Meksiko.
Namun semua itu, ternyata tidak cukup untuk mendorong warga AS memilih presiden wanita pertama, Hillary. Warga AS yang dua periode atau delapan tahun dipimpin Presiden Barack Obama dari partai Demokrat, terbukti lebih memilih perubahan dan itu ada pada Trump.
“Setiap pemilihan adalah pilihan antara kesinambungan dan perubahan,” ujar seorang pengamat AS, Peter Hart seperti dilansir kantor berita Reuters,Rabu (9/11/2016). Dikatakannya, di atas semua keburukan Trump, dialah kandidat untuk perubahan.
Sejumlah warga AS mengaku tidak puas akan kepemimpinan Obama yang seorang Demorat, sehingga mereka memilih perubahan, lewat Trump. “Saya sama sekali bukan konservatif,” ujar Sarah Gird yang menyebut dirinya seorang independen, yang merasa kecewa setelah dua kali memilih Obama.
Menurut wanita berumur 67 tahun itu, Trump akan memperbaiki perekonomian AS. “Obama tidak menghasilkan apapun,” cetusnya. Gird yakin Trump akan mengatasi masalah kemiskinan dan lapangan pekerjaan di lingkungan kulit hitam AS. “Saya pikir dia tulus, dia jujur, dia serius dengan apa yang dikatakannya,” tutur Gird.
Bagi banyak warga AS lainnya, pemilu ini merupakan penolakan atas Hillary yang skandal emailnya telah menjadi simbol kesalahan pemerintah AS.
Hasil exit poll nasional yang dirilis Politico usai pilpres, mendukung asumsi tentang perubahan yang diinginkan para pemilih AS. Ketika ditanya mengenai hal yang paling penting untuk presiden baru AS, sebagian besar yakni sebanyak 36 persen pemilih mengatakan mereka menginginkan “pemimpin yang kuat”. Sementara 16 persen pemilih menginginkan pemimpin yang “peduli dengan orang-orang seperti saya” dan 16 persen pemilih lainnya menginginkan pemimpin yang “memiliki nilai-nilai yang sama dengan saya.”
Persentase pemilih yang menginginkan pemimpin yang kuat tersebut — karakter yang dijadikan fokus tim Trump selama kampanye — dua kali lebih tinggi dari persentase pemilih yang menginginkan pemimpin yang kuat dalam exit poll nasional serupa saat pilpres 2012 silam.
Sumber: Detik.com