KOTAMOBAGU– Rapat koordinasi perencanaan kehutanan dan sosialisasi PermenLHK RI no P.66/menlhk/setjen/kum.1/10/2019 tentang penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam, Rabu (26/2/2020) yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) melalui UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit I Wilayah Bolmong dan Bolmong Utara, di Hotel Tamasya Kotamobagu, menghasilkan 7 rekomendasi.
Salah satunya yakni lokasi pertambangan emas Potolo yang berada di Desa Tanoyan Selatan, Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow, akan dijadikan tambang resmi untuk dikelola masyarakat.
Rekomendasi pertama adalah melakukan koordinasi dengan pihak kehutanan apabila akan menerbitkan SKT pada wilayah masih berhutan atau pegunungan.
Kemudian melakukan identifikasi dan tata batas bersama pemerintah desa dan intansi terkait, di wilayah APL Kecamatan Lolayan.
Apabila melakukan penebangan kayu di atas diameter 10 cm di wilayah perkebunan yang masih berhutan, wajib berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sulut.
Untuk penentuan batas desa akan menggunakan batas wilayah kepolisian, terutama untuk wilayah Potolo, Rumagit, dan Motolutug.
Kepala desa atau lurah hanya bisa mengeluarkan surat ukur tanah sebagai dasar pembuatan SKT oleh canat apabila berada di luar kawasan hutan
Mengundang para pelaku usaha PETI di Kecamatan Lolayan, terutama di Potolo untuk dialog selanjutnya.
Sedangkan poin terakhir adalah, menindaklanjuti usulan dan permohonan wilayah pertambangan yang resmi, dan berkoordinasi dengan Dinas ESDM Provinsi Sulut. Seperti lokasi Potolo, Bakan, Monsi, Rape, Ilantat, Osing-osing, Rumagit.
Kepala UPTD KPHP Unit I Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara, Usman Buchari, mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Dinas ESDM untuk usulan pertambangan resmi.
“Usulan tambang resmi ini akan kami koordinasikan dengan Dinas ESDM,” kata Usman.
Selain itu kata Usman, KUD Perintis bisa mengusulkan perluasan lahan resmi untuk kegiatan pertambangan.
“KUD Perintis bisa mengusulkan perluasan lahan yang akan dikelola. Seperti koperasi Nomontang. Mereka juga telah mengusulkan penambahan lahan,” ungkap Usman.
Sementara itu, Kepala Desa Tanoyan Selatan Urip M Detu dan Ketua BPD Ismet Olii, menyambut baik hal tersebut.
“Kami setuju Potolo dijadikan tambang resmi,” kata Urip didampingi Ismet Olii.
Akan halnya Kepala Bidang Penaatan Hukum dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulut Arfan Basuki.
Menurutnya, pihak DLH Provinsi Sulut selalu menjadi sasaran ketika ada kegiatan PETI. Namun kata Arfan, menyangkut hal itu, ada juga kewenangan Dinas ESDM dan Dinas Kehutanan.
“Memang untuk masalah lingkungan menjadi tanggungjawab DLH, tapi ketika ada kegiatan PETI maka sudah menjadi bagian dari ESDM. Termasuk Dinas Kehutanan jika wilayah tersebut masih masuk dalam kawasan,” jelasnya.
Dia menambahkan, DLH Provinsi Sulut selalu melakukan upaya pencegahan. Bahkan dia mengaku dua kali menjadi ketua tim untuk melakukan operasi di lapangan.
“Saya dua kali masuk wilayah Bolmong. Tapi ketika kami turun semua sudah sepi, nanti kami keluar mulai ramai lagi,” ungkapnya.
Sehingga lanjut Arfan, untuk solusinya adalah menjadikan wilayah resmi.
Hadir dalam rakor tersebut seluruh Kepala Desa dan Ketua BPD se-Kecamatan Lolayan, Mongkonai dan Molinow, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat. (ahr)