BOLMONG– Pada rapat paripurna penetapan Perda APBD Provinsi Sulut, Senin (8/7/2019) kemarin, 10 legislator DPRD Sulut dari Bolaang Mongondow Raya (BMR) mengeluarkan pernyataan kontroversi.
Lewat juru bicaranya, 10 legislator tergabung dalam Kaukus BMR meminta Pemprov Sulut menghentikan bantuan atau hibah ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolmong.
Alasan mereka karena Pemkab Bolmong satu-satunya daerah di Sulut yang mendapat opinisi disclaimer dari BPK RI.
Pernyataan Kaukus BMR itu mendapat tanggapan banyak pihak. Salah satunya dari Dhullo Afandi Baksh, Koordinator Bidang Akuntan Publik pada Ikatan Akuntan Indonesia wilayah Sulut.
Dalam rilisnya yang diterima media ini, Selasa (9/7/2019), Dhullo yang juga dosen jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi di Unsrat Manado ini mengkritik bahasa juru bicara Kaukus BMR James Tuuk yang memvonis Kabupaten Bolmong tidak mampu mengelola keuangan.
Menurut Dhullo, yang perlu dipahami Kaukus BMR adalah bahwa ruang lingkup pengelolaan keuangan daerah terbagi dalam 3 bagian. Yakni perencanaan & penganggaran, pelaksanaan anggaran yang meliputi penatausahaan dan pengakuntansian, serta pelaporan/pemeriksaan dan pertanggungjawaban.
Kata dia, opini diberikan BPK hanya berhubungan dengan audit atas pelaksanaan anggaran yaitu penatausahaan dan pengakuntansian yang tergambar pada LKPD.
“BPK opini terhadap LKPD didasarkan pada hasil pengujian atas efektivitas sistem ;engendalian interen dalam pelaksanaan anggaran, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, serta ketaatan terhadap SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). Dengan demikian kalau dikatakan opini disclaimer disamakan dengan ketidakmampuan Kabupaten Bolmong dalam mengelola keuangan, tidaklah terlalu tepat. Karena ruang lingkup audit tidak mencakup kegiatan perencanaan dan penganggaran. Dimana hal itu merupakan kunci dari pengelolaan keuangan, di samping pelaksanaan yang memadai,” kata Dhullo.
Lanjut dia, LKPD yang disajikan secara wajar secara tidak langsung dapat dijadikan landasan untuk dapat mengukur kinerja keuangan daerah.
“Akan tetapi didalam mengukur kinerja keuangan suatu daerah, tidak semata-mata hanya didasarkan pada LKPD. Melainkan masih banyak indikator lainnya yang dapat digunakan tanpa berdasarkan pada LKPD,”
“Sebagai contoh, Bolmong kurun waktu 2017-2018 berdasarkan data BPS, memiliki angka pertumbuhan IPM tertinggi dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Sulut yakni 1,26%, sedangkan pertumbuhan di tingkat Sulut hanya berkisar pada angka 0,75%. Berdasarkan salah satu ukuran makro tersebut, dapat dikatakan bahwa pengelolaan keuangan Kabupaten Bolmong selang tahun 2017-2018 terbaik di Sulut dikarenanakan pertumbuhan IPM yang cukup baik, dimana secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa ketepatan perencanaan dan pengganggaran di Kabupaten Bolmong sudah cukup baik, demikian pula pelaksanaannya, jika ditinjau dari sisi IPM,” katanta menjelaskan.
Selain yang disebutkan itu, lanjut dia, masih banyak lagi indikator makro lainnya yang perlu dipubliikasi Pemkab Bolmong agar kinerja pemerintahan (khususnya kinerja keuangan) dapat diketahui msyarakat umum.
Sementara itu Sekda Bolmong, Tahlis Gallang, menjelaskan bahwa permasalahan yang mengganjal di Bolmong adalah penataan aset.
“Pemda Bolmong secara terus menerus mengurai permasalahan aset ini,” kata dia.
Sekda meminta semua pihak untuk bijak dalam menilai. “Bisa dikonfirmasi langsung ke BPK terkait hal mendasar yang menyebabkan sehingga Pemda Bolmong masih mendapat opini disclaimer,” pungkasnya.
Gubernur Sulut Olly Dondokambey juga menanggapi permintaan Kaukus BMR tersebut dengan menyarankan agar mereka menyikapi opini BPK ke Bolmong dengan melihat banyak aspek.
“Jangan terkesan pakai kaca mata kuda,”kata Olly. (zha)