
BOLMONG – Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bolaang Mongondow, melaksanakan kegiatan dialog lintas Agama, bertempat di Aula Kantor Kemenag, dengan moderator Kasubag TU, Shabri Makmur Bora, dan narasumber Kepala Kantor, Drs Tavip Pakaya.
Peserta yang hadir terdiri dari 30 orang tokoh agama di Bolmong, termasuk penyuluh agama Islam, Kristen, dan Hindu. “Tujuan kegiatan ini mempererat kerukunan dan toleransi antar umat beragama dengan pemerintah, dengan mendiskusikan isu-isu keagamaan terkini, termasuk berbagai ancaman dan tantangan dalam mewujudkan kerukunan di Bolmong,” kata Tavip.
Mereka juga akan menyusun rekomendasi dan telaah atas segala permasalahan keagamaan yang kemungkinan timbul, dan dapat mempengaruhi kerukunan dan toleransi.
Menurut Pakaya, kerukunan adalah cita-cita setiap manusia dalam bingkai NKRI. Kebhinekaan yang menjadi ciri khas Indonesia jangan sampai terkoyak apalagi atas nama agama. “Tokoh-tokoh agama dan penyuluh harus mampu memberi pembinaan terhadap umat bagaimana agama menjadi penuntun dan pemersatu, bukan pemecah belah,” jelasnya.
Dijelaskan, perbedaan adalah keniscayaan, dan menjaga perbedaan tetap indah adalah tugas seluruh komponen masyarakat termasuk Kemenag dan tokoh-tokoh agama.
Dari hasil diskusi dan perbincangan diperoleh informasi bahwa hal paling sering menjadi persoalan keagamaan di Bolmong adalah pendirian tempat ibadah, seperti Masjid dan Gereja. Banyak yang belum memahami tata cara pendirian rumah ibadah yang diatur dalam Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pendirian Rumah Ibadah. “Pada pasal 13 disebutkan bahwa pendirian rumah ibadah didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa,” jelasnya.

Pendirian rumah ibadah ini dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan. Apabila keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/desa tidak terpenuhi, maka pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota/provinsi. “Pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan administrative dan persyaratan teknis bangunan gedung. Demikian juga harus memenuhi persyaratan khusus,” ujarnya.
Persyaratan itu meliputi, daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah, dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa, rekomendasi tertulis dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota dan rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota. “Permohonan pendirian diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadah. Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan oelh panitia,” jelasnya.
Sedangkan izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota. Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara dapat dilimpahkan kepada camat. Sebelum suart izin diterbitkan, bupati/walikota/camat harus mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor depag dan FKUB kabupaten/kota. Izin ini hanya berlaku selama 2 (dua) tahun.
Adapun persyaratan untuk mendapatkan izin sementara ini, meliputi izin tertulis pemilik bangunan, rekomendasi tertulis lurah/kepala desa, pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota dan pelaporan tertulis kepada Kepala Kantor Kemenag Kabupaten/kota. (ahr)