KOTAMOBAGU– Kasus Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) menggunakan alat berat eskavator di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Desa Tanoyan Selatan Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, menyeret dua terdakwa yakni SM alias Mitro dan HN alias Toni.
Kasus ini bergulir sejak adanya penangkapan kepada kedua terdakwa pada 22 Februari 2020. Bahkan, sudah dua kali pula mereka mengikuti persidangan.
Sidang pertama dengan agenda Pembacaan dakwaan pada Senin 18 Mei 2020 dan sidang kedua dengan agenda keberatan para terdakwa dilaksanakan Rabu 27 Mei 2020. Pada persidangan kedua, SM dan HN tidak menyampaikan keberatan meski ancaman hukuman kasus ini diatas 10 tahun.
SM alias Mitro, adalah warga Desa Tanoyan Selatan. Dia memiliki tiga orang anak dan sudah 3 bulan mereka tak pernah bertemu. Sebagai seorang ayah, SM tetap terlihat tegar melalui hari-harinya di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Kotamobagu menjalani proses hukum.
Selama SM menjalani kasus, anak-anaknya tidak merasakan lagi kebersamaan dengan ayah mereka dan selalu bertanya dimana ayah dan kapan pulang ke-rumah bersama keluarga lagi.
Anak pertama SM bernama Syiren sudah berusia 12 tahun. Anak kedua Azka 3 tahun dan dan Adzier yang berusia 1 tahun 4 bulan. Dari ketiga anak SM ini, si bungsu Adzier yang sering menangis karena tidak pernah lagi bertemu SM sejak kasus ini berjalan.
Ketika SM belum terjerat kasus, dia dan si bungsu Adzier punya banyak kesempatan mengabiskan waktu bermain bersama di rumah. Adzier terbiasa digendong SM hingga dibuatkan susu ketika malam hari. Adzier paling dekat dengan SM.
Kepada kroniktotabuan.com, Istri SM, Tuamininsih menuturkan, dirinya harus menggantikan peran SM dalam mengurus anak-anaknya. Dia harus menjadi Ibu sekaligus ayah bagi anak-anak.
Tuaminingsih sendiri adalah seorang yatim piatu yang dinikahi SM saat SM bekerja di Jakarta. Dia belum lama berada di Desa Tanoyan mengikuti suaminya SM, bersama-anak-anak mereka. SM sendiri lama berada di Jakarta sebelum kembali ke kampung halamanya Desa Tanoyan Selatan.
“Saya yang paling kewalahan kalau setiap pagi. Anak kami yang kedua dan ketiga minta selalu di gendong,” kata Tuaningsih.
Meski tak pernah bertemu SM, Tuaminingsih tetap perhatian dan penuh tanggungjawab mengurus anak-anak. Dia tak pernah membiarkan tiga anak mereka kekurangan kasih sayang, apalagi dari sosok sang ayah.
“Sudah hampir 3 bulan saya tidak ketemu dengan suami, kami hanya komunikasi sesekali lewat handphone,” ujarnya.
Setiap ada telpon dari SM, speaker handphone langsung diaktifkan oleh Tuaminingsih agar anak-anak bisa mendengar suara ayah mereka. Si bungsu Adzier, langsung menangis ketika mendengar suara ayahnya, SM alias Mitro.
“Saat saya telponan sama suami, anak paling bungsu kami Adzier yang masih berumur 1 tahun 4 bulan langsung menangis, dia sangat rindu dengan ayahnya,” ujarnya sambil meneteskan air mata.
Selain itu, rumah yang mereka tinggali juga berada di kompleks pasar Desa Tanoyan Selatan dan sering ramai dengan kendaraan. Apalagi, akses pasar merupakan jalan menuju perkebunan dan pertambangan masyarakat. Dia khawatir dengan ketiga anaknya yang sering bermain di depan rumah dan banyak kendaraan lalu lalang.
“Kalau ada suami saya, dia yang jaga anak-anak. Dia sangat sayang pada anak-anak,” ungkapnya.
Tuaminingsih juga mengaku sedih dengan kasus yang menjerat suaminya. Apalagi, dia ikut suami dari Jakarta ke kampung halaman tidak memiliki saudara. Tuaningsih adalah seorang yatim piatu dan kini harus menghadapi kenyataan pahit bersama tiga anaknya atas kasus yang menimpa suami.
“Saya tidak pernah menyangka suami saya akan menghadapi kasus seperti ini,” katanya sambil meneteskan air mata.
Dirinya berharap suaminya bisa bebas karena dia meyakini SM tidak bersalah dalam kasus tersebut dan hanya sebagai korban.
“Untuk proses persidangan selanjutnya, saya hanya bisa menunggu perkembangannya, sekaligus berharap agar cepat selesai kasus ini,” harapnya.
Dia sangat berharap agar SM dapat dibebaskan dan kembali lagi bersama mereka di kampung halaman.
“Semoga suami saya dapat bebas dan bisa kembali bersama mengurus keluarga kecil kami ini. Hanya SM yang saya punya, saya sudah tidak punya orang tua lagi,” katanya.
Ditengah musibah yang menimpa suaminya SM, Tuaminingsih tak henti berdoa dan salat. Dia meyakini akan pertolongan Tuhan untuk memudahkan suaminya bebas dalam kasus tersebut.
“Suami saya orang baik-baik, bertanggungjawab pada saya dan anak. Saya selalu berharap agar Tuhan mengabulkan doa-doa saya disetiap sujud. Semoga persidangan suami saya dilancarkan, dia diberika kekuatan dan ketabahan dan dapat bebas dari jeratan kasus ini sehingga kami dapat bersama lagi berkumpul,” tutupnya.
Penulis : Devanan Simangunsong
Editor : Abdul Bahri Kobandaha