BOLMONG– Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bolmong Salihi Bue Mokodongan- Jefri Tumelap (SBM- JiTu) berencana menggugat hasil pleno KPUD ke Mahkamah Konstitusi (MK). Setiap pihak yang keberatan dengan hasil penghitungan dapat mengajukan sengketa ke MK, namun hanya yang memenuhi persyaratan yang nantinya diproses MK.
Sebelum menggugat ke MK, pasangan SBM- JiTu disarankan membuka aturan ini yang dipersyaratkan untuk menggugat.
Aturan itu diatur di dalam Pasal 158 ayat (1) dan (2) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dijelaskan di dalam ayat (1), peserta pemilihan kepala daerah tingkat provinsi dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan dengan ketentuan, selisih 2 persen suara untuk penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa, dan selisih 1,5 persen suara untuk penduduk berjumlah lebih dari 2.000.000 jiwa.
Kemudian, selisih 1 persen suara untuk penduduk berjumlah lebih dari 6.000.000 sampai 12 juta jiwa, serta selisih 0,5 persen suara untuk penduduk berjumlah lebih dari 12 juta jiwa.
Sementara, pada ayat (2) dijelaskan, peserta pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan dengan ketentuan, selisih 2 persen suara untuk penduduk sampai dengan dengan 250.000 jiwa.
Adapun penduduk dengan jumlah 250.000 jiwa sampai dengan 500.000 jiwa, dapat mengajukan sengketa bila selisih suara 1,5 persen suara. Selisih 1 persen suara diperuntukkan bagi wilayah dengan jumlah penduduk 500.000 jiwa sampai 1.000.000.
Sedangkan wilayah lebih dari 1.000.000 jiwa syarat pengajuan sengketa bila selisih suara 0,5 persen.
“Jadi kalau selisih jauh seperti Bolmong tentu tidak masuk dalam suatu obyek (gugatan). Sehingga sebaiknya SBM- JiTu sportif mengakui kekalahan. Ketimbang buang- buang waktu, materi dan energi lagi ke MK. Dengan begitu masyarakat yang terkotak- kotak karena Pilkada tidak larut lagi dan segera terjadi rekonsiliasi di tingkat bawah,” kata Febri Bambuena, pengurus KPMIBM Cabang Makassar ini menyarankan. (rez/rab)