KRONIK TOTABUAN – Gus Baha mengatakan bahwa ada hukum mandi wajib atau mandi junub di hotel.
Dalam ceramahnya tersebut Gus Baha mengatakan dalam ceramahnya tentang tata cara mandi junub yang dilakukan di hotel.
Dirinya menjelaskan bahwa ada banyak pertanyaan tentang hukum mandi wajib atau junub di hotel sah atau tidak.
Sebab kata Gus Baha yang merupakan salah satu ahli tafsir dan ulama asal Rembang ini, sifat air di hotel pada umumnya yang menyababkan banyaknya pertanyaan terkait mandi junub di hotel wajib atau tidak.
Gus Baha merupakan ulama yang sering memberi ceramah dan kajian Islam dengan pembawaannya yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para majelis.
Dalam ceramahnya tersebut Gus Baha mengungkapkan hukum melakukan mandi junub di hotel yang sudah jelas airnya merupakan hasil daur ulang.
Dilansir kroniktotabuan.com dari kanal YouTube Santri Official, Kamis, 30 Maret 2023, ini penjelasan Gus Baha terkait hukum mandi junub di hotel.
Gus Baha mengatakan bahwa dalam Islam hukum melakukan mandi junub di hotel tetap sah.
Akan tetapi menurutnya hal tersebut jika memang keadaan di hotel memang seperti itu.
Gus Baha membacakan ayat yang menjelaskan tentang status air mutlak yang turun dari langit.
“Waanzalna minassamaai maan thohuro,” ucap Gus Baha.
Dalam penjelasannya setelah membaca ayat tersebut Gus Baha mengatakan bahwa hukum asal air adalah suci dan menyucikan.
“Air itu mensucikan atas permasalahan fikih kedua yang akan saya jelaskan,” ucap Gus Baha.
Ulama kondang yang cukup dihormati di kalangan Nahdatul Ulama atau NU ini mengatakan bahwa ada beberapa tafsir mengenai ayat tersebut.
“Thohur itu sifat mubalaghoh, menurut mazhab selain Syafi’i,” jelas Gus Baha.
Dirinya selanjutnya mengatakan bahwa kata dan bentuk kata yang dimaksud dalam ayat dengan memberikan beberapa contoh untuk yang lain.
“Biar saya terangkan, kalau orang biasa Terima kasih dalam bahasa Arab disebut Syakir, kalau terlalu banyak berterima kasih disebut apa Syakur, kalau kadang memaafkan disebut Ghofir (orang yang memaafkan) kalau sering memaafkan disebut Ghofur,” jelas Gus Baha.
“Jadi dalam disiplin lughot kalau wazan fa’ul itu berarti menunjukkan berulang-ulang,” terangnya.
“Di dalam madzhab selain Syafi’i mengatakan air satu gayung yang dipakai wudhu setelah itu mustakmal dan dipakai lagi itu boleh,” jelas Gus Baha.
Gus Baha mengeatakan bahwa alasannya faul itu mubalaghoh, jadi sesuatu yang berulang-ulang.
“Makanya dalam madzhab selain Syafi’i asalkan air suci mensucikan dipakai berkali-kalipun tetap suci mensucikan, tidak ada mustakmal,” terang Gus Baha.
Dirinya menjelaskan bahwa kalau dalam madzhab kita sekali bekas wudhu dihukumi mustakmal, bekas junub mustakmal, karena sudah pernah dipakai bersuci, yaitu madhab kita, yakni mazhab Syafi’i.
“Kalian terserah mau pakai yang mana, agar nanti bisa gampang bila terjadi apa-apa, karena itu tadi wazan fa’ulan bermakna berulang,” ucap Gus Baha.
“Makanya saya kadang intoqhol, berganti madzhab, bagaimana tidak mau pindah madzahab? Coba air di hotel itu kan musta’mal,” ucapnya.
“Bak kamar mandinya kan kecil, pernah nginap di hotel gak? Terus kalau kita junub, pakai gayung air cipratannya masuk, kalau gak intiqol madzhab pusing kan kita, iya kan?, jadi intiqol aja pada yang mengatakan air itu suci,” terang Gus Baha.(*/Retho)